Kasus Delegasi Wewenang Pt.XL Axiata
PT. XL Axiata mengaku tak lagi memusatkan perhatian untuk meningkatkan banyak pelanggan dan kini lebih berkonsentrasi memaksimalkan layanan yang berkualitas.
“Supaya menarik minat banyak orang, kita perlu tingkatkan kualitas, sekalipun itu harus menaikkan harga. Kalau cuma harga murah dan trafik banyak, kualitas malah sulit terjaga,” ungkap CEO XL Axiata, Dian Siswarini saat sedang berbincang dengan awak media di Graha XL.
Menurut Dian, tidak akan efisien dan berguna jika hanya mementingkan kuantitas pelanggan dan tetap mempertahankan harga murah, sebab ia meyakini, hal itu berpotensi merusak kualitas layanan.
Ia juga mengungkapkan dua macam reaksi dari para konsumen terkait kenaikan harga layanan data yang kini sudah menunjang teknologi 4G LTE.
Menurut Dian, reaksi pertama datang dari pelanggan yang mementingkan nilai tinggi (high value segment), atau mereka yang memang membutuhkan koneksi mumpuni tanpa permasalahkan harga.
“Mereka merasa baik-baik saja soal harga layanan data yang tak lagi murah. Lain halnya dengan jenis pelanggan kedua, yaitu mereka yang cost-conscious (sadar biaya),” sambung Dian.
Tipe pelanggan kedua yang ia maksud adalah mereka yang masih sanggup berkompromi dengan koneksi lambat sedikit asalkan tarifnya tetap murah.
Karenanya, Dian menuturkan, perusahaan memberdayakan brand Axis untuk para pelanggan yang masih ‘perhitungan’ antara harga dan layanan data.
Axis memang diperuntukan untuk segmen pasar kelas menengah, sedangkan layanan XL lebih melayani pelanggan yang mengkonsumsi data besar. Sebagai contoh, kebanyakan pelanggan XL konsumsi datanya sudah di atas 2GB.
“Kami akan besarkan Axis. Kami sadar tak bisa hanya menggunakan satu brand saja, karena bisa sangat luas cakupannya. Jadi Axis akan tak akan kami ‘bunuh’,” jelas Dian lagi sembari tertawa kecil.
Dahulu sebelum diakuisisi, XL dan Axis adalah dua operator seluler yang bersaing. Awalnya ketika akuisisi ini rampung, XL berniat mematikan merek Axis. Namun Dian kala itu menyampaikan bahw brand equity yang mahal dan merek Axis yang kuat membuat operator ini urung melakukannya.
Merek Axis sendiri cukup mendapatkan tempat di beberapa daerah seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta kawasan Sumatera menjadi basis pengguna Axis yang kuat. Dian menyatakan, pihak XL sampai sekarang masih harus meningkatkan brand awareness Axis di daerah yang belum terjangkau oleh layanan yang ia akuisisi senilai US$ 865 juta itu.
(tyo)
ANALISIS
Dapat disimpulkan dari berita tersebut, bahwa PT XL Axiata sebenarnya ingin mematikan merek “Axis”. Akan tetapi CEO XL Axiata, Dian Siswarini, tidak akan mematikan “Axis” dikarenakan sadar tidak bisa hanya menggunakan satu brand saja. Hal ini dilakukan agar menyanggupi pelanggan kelas menengah dengan menggunakan Axis, sedangkan layanan XL lebih melayani pelanggan yang mengkonsumsi data besar.Olehkarena itu diambil sebuah keputusan untuk tidak mematikan Axis dan meningkatkan layanan Axis.
Jadi, keputusan yang telah diambil oleh CEO XL Axiata merupakan tipe keputusan terprogram dengan pengambilan keputuasan tingkat strategis karena didalam pengambilan keputusan memalui prosedur penanganan yang baku, dan pengambilan keputusan sesuai dengan golongan masyarakat yang nantinya akan menggunakan kartu perdana sesuai dengan keadaan baik menengah maupun kebawah. Dan Gaya pengambilan keputusan pun CEO memperoleh informasi yang diperlukan dari para bawahan dan menetapkan keputusan yang dipandang relevan
“Supaya menarik minat banyak orang, kita perlu tingkatkan kualitas, sekalipun itu harus menaikkan harga. Kalau cuma harga murah dan trafik banyak, kualitas malah sulit terjaga,” ungkap CEO XL Axiata, Dian Siswarini saat sedang berbincang dengan awak media di Graha XL.
Menurut Dian, tidak akan efisien dan berguna jika hanya mementingkan kuantitas pelanggan dan tetap mempertahankan harga murah, sebab ia meyakini, hal itu berpotensi merusak kualitas layanan.
Ia juga mengungkapkan dua macam reaksi dari para konsumen terkait kenaikan harga layanan data yang kini sudah menunjang teknologi 4G LTE.
Menurut Dian, reaksi pertama datang dari pelanggan yang mementingkan nilai tinggi (high value segment), atau mereka yang memang membutuhkan koneksi mumpuni tanpa permasalahkan harga.
“Mereka merasa baik-baik saja soal harga layanan data yang tak lagi murah. Lain halnya dengan jenis pelanggan kedua, yaitu mereka yang cost-conscious (sadar biaya),” sambung Dian.
Tipe pelanggan kedua yang ia maksud adalah mereka yang masih sanggup berkompromi dengan koneksi lambat sedikit asalkan tarifnya tetap murah.
Karenanya, Dian menuturkan, perusahaan memberdayakan brand Axis untuk para pelanggan yang masih ‘perhitungan’ antara harga dan layanan data.
Axis memang diperuntukan untuk segmen pasar kelas menengah, sedangkan layanan XL lebih melayani pelanggan yang mengkonsumsi data besar. Sebagai contoh, kebanyakan pelanggan XL konsumsi datanya sudah di atas 2GB.
“Kami akan besarkan Axis. Kami sadar tak bisa hanya menggunakan satu brand saja, karena bisa sangat luas cakupannya. Jadi Axis akan tak akan kami ‘bunuh’,” jelas Dian lagi sembari tertawa kecil.
Dahulu sebelum diakuisisi, XL dan Axis adalah dua operator seluler yang bersaing. Awalnya ketika akuisisi ini rampung, XL berniat mematikan merek Axis. Namun Dian kala itu menyampaikan bahw brand equity yang mahal dan merek Axis yang kuat membuat operator ini urung melakukannya.
Merek Axis sendiri cukup mendapatkan tempat di beberapa daerah seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta kawasan Sumatera menjadi basis pengguna Axis yang kuat. Dian menyatakan, pihak XL sampai sekarang masih harus meningkatkan brand awareness Axis di daerah yang belum terjangkau oleh layanan yang ia akuisisi senilai US$ 865 juta itu.
(tyo)
ANALISIS
Dapat disimpulkan dari berita tersebut, bahwa PT XL Axiata sebenarnya ingin mematikan merek “Axis”. Akan tetapi CEO XL Axiata, Dian Siswarini, tidak akan mematikan “Axis” dikarenakan sadar tidak bisa hanya menggunakan satu brand saja. Hal ini dilakukan agar menyanggupi pelanggan kelas menengah dengan menggunakan Axis, sedangkan layanan XL lebih melayani pelanggan yang mengkonsumsi data besar.Olehkarena itu diambil sebuah keputusan untuk tidak mematikan Axis dan meningkatkan layanan Axis.
Jadi, keputusan yang telah diambil oleh CEO XL Axiata merupakan tipe keputusan terprogram dengan pengambilan keputuasan tingkat strategis karena didalam pengambilan keputusan memalui prosedur penanganan yang baku, dan pengambilan keputusan sesuai dengan golongan masyarakat yang nantinya akan menggunakan kartu perdana sesuai dengan keadaan baik menengah maupun kebawah. Dan Gaya pengambilan keputusan pun CEO memperoleh informasi yang diperlukan dari para bawahan dan menetapkan keputusan yang dipandang relevan